Halaman

MASIH BERUPA WAJAH CINTA

Tersadar dengan rupa yang utuh, setelah lelah semalam mengejar sisa sadar direngkuhan pagi. Sekedar memastikan, ku pandangi di luar jendela dari atas kasur, terang menyapu utuh jendelaku dan memantul diretina mata yang terpaksa pupil membantu berkonstraksi agar tak serakah cahaya menembus bola mataku.

“Haa..haa..haa..haa”

Debar jantung memacu, bulu kuduk merinding, adrenalin meluap, Seluruh tubuh bereaksi, sontak melompat dari kasur, tubuh meneriakan siaga penuh, dan coba mencari sumber petaka, arahnya dari atas kepalaku, di sana fokus konsentrasi meneropong

“Sial, kamu lagi”

Umpatku, tak asing wajah yang terbahak kini.

“Kenapa kau datang selalu dengan cara ini, seakan kenal kapan tepatnya aku bisa syok”

“Memang aku tahu, aku tahu semua bagian dari dirimu yang bahkan dirimu sendiri tidak tahu apa-apa, aku adalah bagian dirimu, tak bisa lepas”


Apoliginya mengiringi turunnya grade siagaku. Selalu datang dia dan pasti bukan dengan kondisi biasa, ada yang mesti dia sampaikan

“Kaupun sudah mengenalku, kau tahu kedatanganku tidak biasa”

“Tak perlu bodoh, kebiasaan yang terus berulang bisa memberikan pola yang mudah di baca”


Aku harusnya sadar dari awal, kalau percuma bergumam, dia selalu tahu bisikan pikiranku.

“Ceramahmu luar biasa semalam, kau berlagak seolah mengetahui banyak tentang cinta”

“Aku hanya coba membagi lintasan benakku, lintasan pengalamanku, mungkin itu bisa bermanfaat”


Aku coba membuat benteng perlindungan

“Bahkan kau tak mengenal dirimu sendiri”

Dia terus menyerangku, tak perduli benteng perlindungan yang aku bangun.

“Kau tak mengenal cintamu, tak mengetahui apa-apa tentang cinta pada dirimu. Harusnya kau bertanya, seberapa cinta kamu pada dirimu ? sudahkah kau mencintai dirimu sendiri ?”

Bibir mengatup, bingung dengan cerca tanya. Aku tak punya jawabannya.

“Tak punya jawabannya” lanjutnya

“Banyak cinta yang mengintarimu, tapi dirimu sendiri tak mempunyainya, kau tak memiliki cinta di dunia ini, itu yang membutamu hambar menjalani semua.Kau ibarat poci emas bertangkai dan bertutup berlian yang tak berisi apapun, dari luar seolah indah, tapi tak memberi berguna apa-apa.

Kau sudah cukup mendapat cinta, tak haus lagsi cinta dari orang lain, tapi kau dahaga cinta pada dirmu sendiri, dahagamu membuatmu makin kering dan dehidrasi makna.

Mungkin pula kau belum sadar, kalau stagnasi gerakmu karena kau belum memiliki cinta akan dirimu, kau hambar.”


Bingung untuk mengucap apa. Seluruh tubuh kini mengkristal, Homonidipus kali ini berhasil mengayunkan tongkat sihirnya dan mengutuk aku menjadi patung, ia memberikan aku gelombang tsunami kebingungan, tak daya sebab nurani jua tertawa dan terus membenarkan pernyataannya.

Tanpa pamit, ia lenyap begitu saja. Ia seakan hakim yang menjatuhkan vonis pada pelaku yang tak memiliki daya pembelaan. Ia akan kembali lagi menghakimi, suatu waktu di perjalanan panjang hidup ini.

cerita sebelumnya, baca KALI INI BERUPA WAJAH CINTA

0 komentar:

Posting Komentar

Budayakan tinggalkan komentar setelah membaca apalagi mencopy abis... Plis Deh...