Stenosis pilorus timbul
karena hipertrofi dari otot-otot outlet gaster. Penyakit ini merupakan salah
satu kelainan gastrointestinal yang paling sering pada 3 bulan pertama
kelahiran. Penting untuk menyadari bahwa stenosis pilorus merupakan suatu
emergensi medis akut dan bukan suatu emergensi bedah. Koreksi preoperatif
terhadap defisit cairan dan elektrolit yang berat mungkin membutuhkan waktu
dalam beberapa hari tetapi persiapan preoperatif yang teliti sangat penting
untuk hasil yang positif.
Insiden
Insidennya
dikutip bervariasi berkisar antara 3:1000 sampai 1:500 kelahiran hidup. Lebih sering pada kelahiran pertama bayi
laki-laki daripada perempuan (4:1) dan lebih sering pada keturunan dari orang
tua yang memiliki riwayat penyakit ini.
Etiologi
Etiologi
pasti masih belum diketahui. Berbagai teori yang dikemukakan yaitu :
·
Diturunkan secara poligenik
·
Hipoganglionosis
·
Infeksi H. pilory
·
Hipergastrinemia dengan spasme pilorus
Kelainan terkait kongenital jarang.
Patofisiologi
Anak dengan stenosis
pilorus dapat menunjukkan gangguan metabolik yang bervariasi, paling sering terjadi hipokloremia
responsif klorida (atau saline), hipokalemia, hipovolemia dan alkalosis
metabolik hiponatremia. Hipokalsemia mungkin berhubungan dengan hiponatremia.
Normalnya setiap 1 mEq dari asam lambung yang disekresikan menyebabkan 1 mEq HCO3-
dihasilkan. Asam lambung ini melewati lambung menuju duodenum dan dinetralisir oleh HCO3-
pankreas. Pada kasus ini, asam lambung yang dihasilkan hilang dari tubuh akibat
muntah atau aspirasi gaster saat HCO3- yang dihasilkan
terus meningkat dalam plasma. Peningkatan beban HCO3- ini tidak dapat ditanggulangi oleh tubulus
proksimal ginjal dan meningkatkan sejumlah NaHCO3 yang dibawa ke
tubulus distal, dimana tidak dapat reabsorbsi.
Sehingga ginjal menghasilkan urine yang alkalis dengan pH > 7,0. Karena
adanya juga deplesi volume cairan ekstrasel
(ECFV) maka ginjal berusaha untuk menghemat Na+ dengan menstimulasi
sekresi aldosteron. Hipokalemia timbul karena K+ hilang akibat
muntah dan melalui urin yang bertukar dengan H+ (dalam usaha untuk
menghemat Na+). Keadaan ini juga menyebabkan perubahan intrasel yang
membuat pHnya menjadi lebih alkalis. Dengan adanya deplesi Na+ dan K+,
ginjal mensekresikan urine lebih asam (paradoxical aciduria) meningkatkan lebih
lanjut alkalosis metabolik. Hipokloremia timbul karena hilangnya Cl-
akibat sekresi gaster dan pada usaha menghemat Cl-, maka Cl-
urin dikeluarkan < 20 mEq/L. Konsentrasi Cl- dan Na+
urin biasanya sama dan keduanya menjadi rendah pada keadaan hipovolemia karena
keduanya direabsorbsi bersama-sama. Akan tetapi pada stenosis pilorus, sejumlah
Na+ yang hilang merupakan keharusan dengan adanya kelebihan HCO3-
sehingga Na+ yang ditemukan dalam urin tidak sesuai dengan deplesi
ECFV. Sebaliknya, semua Cl- direabsorbsi dalam pertukaran sehingga
kadar Cl- urin merupakan suatu prediktor yang lebih akurat terhadap
status volume pasien.
Gambaran
Klinik
Gejala
Stenosis pilorus muncul
antara 3-5 minggu setelah lahir dengan riwayat muntah nonbilier yang progresif
yang mana dapat menjadi proyektil. Sering disertai konstipasi. Ikterus timbul
sebagai akibat dari defisiensi glucoronyl transferase yang disebabkan oleh starvasi
(17%).
Tanda
Anak mengalami
dehidrasi dengan peristalsis gaster yang tampak dan terdapat massa berbatas
tegas berbentuk olive (buah zaitun) yang dapat dipalpasi di epigastrium atau
hipokondrium kanan (Gamb. 24.1, 24.2).
Pemeriksaan
Darah
·
Hemoglobin (hemokonsentrasi dapat mengakibatkan
polisitemia)
·
Elektrolit (hipokalemia, hipokloremia,
hiponatremia, hipokalsemia)
·
Gas darah arteri [alkalosis metabolik
(awalnya), asidosis metabolik (selanjutnya)]
·
Urin – Cl, Na, pH.
Radiologi
·
USG abdomen (definitif)
·
Barium meal (tidak lagi dilakukan dan berpotensi
bahaya) (Gamb. 24.3)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
yang utama secara medis:
·
Mulai dengan memasang jalur intravena
dan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan elektrolit.
·
Pasang nasogastric tube (NGT) – 8Fr
·
Pemberian cairan berdasarkan derajat
dehidrasi – ringan, sedang, berat. (lihat di bawah)
Target
Resusitasi
·
Klorida serum ≥ 106 mmol/L
·
Na+ serum ≥ 135 mmol/L
·
HCO3- serum ≤ 26
mmol/L
·
Cl- urin > 20 mmol/L
·
Output urin > 1 ml/kgBB
Dehidrasi berat. Bila
kehilangan cairan lebih dari 15%, alkalosis berat dan kegagalan kardiovaskuler
impending, maka beri 20 ml/kgBB normal saline (NS) secara bolus, larutan ringer
laktat, atau koloid. Kemudian lanjutkan penanganannya sebagai dehidrasi sedang
dengan defisit yang dihitung diberikan NS lebih dari 6-8 jam.
Dehidrasi ringan sampai sedang. Berikan
glukosa (dekstrosa) dalam saline (D5 0,45NS dengan 10 mEq KCL/500mL)
pada 6-8/kgBB/jam. KCl ditambahkan hanya
jika anak telah mulai berkemih. KCl mungkin dibutuhkan lebih banyak jika K+
serum rendah (lihat Bab 7). Aspirat nasogastric tube digantikan dengan sejumlah
normal saline yang sama banyak. Sekali target tercapai, maka dapat diberikan
dosis maintenance 4 ml/kgBB/jam D5 0,225NS. (0,45NS=1/2 NS dan
0,225NS=1/4 NS)
Penanganan
Bedah
Operasi
merupakan pengobatan definitif dimana dilakukan pyloromyotomy (Ramstedt’s
prosedure) dan otot pilorus dipotong secara luas hingga ke submukosa (Gamb.
24.4, 24.5). Pyloromyotomy laparaskopi merupakan suatu pilihan.
Manajemen
Anestesi
Gangguan
asam basa dan dehidrasi harus diperbaiki sebelum operasi karena :
·
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia
perioperatif.
·
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan
apneu pasca operasi.
·
Dehidrasi memberi kecenderungan
terjadinya hipotensi dan kemudian asidosis.
Monitoring.
EKG, pulse oximetry, NIBP(pengukur tekanan darah non-invasif), EtCO2 (end
tidal carbon dioxide), pengukur suhu, stetoskop prekordial.
Persiapan. Nasogastric
tube (terutama diameter lubang kateter yang besar) harus diaspirasi sebelum diinduksi
dimana bayi pada posisi miring ke kiri, ke kanan dan posisi supine sehingga
dapat membuang volume residu dari gaster. Volume residu gaster ini telah
dilaporkan dapat mencapai 30-100 ml/kgBB.
Induksi. Preoksigenasi
dan induksi intravena lebih disukai.
Karena anak biasanya mendapat satu jalur IV dan induksi berurutan secara cepat
dengan natrium thiopentone dosis menidurkan, 0,02 mg/kgBB atropin dan 2 mg/kgBB
suxamethonium (mungkin dengan tekanan pada krikoid).
Awake intubation
dapat dipertimbangkan bila intubasi diperkirakan sulit dilakukan. Namun sedikit
kerusakan mukosa dapat terjadi pada anak yang menangis kuat – bila anak tidak menangis
kuat maka resusitasi tidak adekuat.
Bila
diperkirakan terjadi kesulitan mintalah bantuan – keselamatan anak adalah
prioritas utama dan tidak boleh ada kompromi karena kurangnya pengalaman atau
lingkungan yang tidak sesuai – anak ini dapat menunggu dan berikan cairan IV
dosis pemeliharaan!
Dosis
pemeliharaan anestesia dengan halotan atau sevofluran dan nitrous oxide,
pelumpuh otot dengan atracurium fentanyl, IPPV, pemberian cairan yang tepat
dengan glukosa 5% dalam saline 0,2% sebanyak 4 ml/kgBB dan menjaga suhu tubuh.
Pada
akhir prosedur, untuk menguji integritas mukosa pilorus, udara diiinjeksikan
melalui nasogastric tube.
Ekstubasi.
Anak harus diekstubasi dalam keadaan sadar penuh. Setelah kembalinya blokade
neuromuskuler anak harus kuat, dengan pergerakan yang volunter, bernapas
spontan dan terdapat gag reflex
aktif.
Analgesia
Pasca Operasi
Nonopioid: parasetamol rektal diberikan
intraoperatif dengan loading dose 30-40 mg/kgBB dilanjutkan dengan 15-20
mg/kgBB setiap 6 jam pasca operasi.
Anestesi lokal: bupivacain 0,25% (2
mg/kgBB) secara infiltrasi luka. Hindari opioid untuk mencegah apneu pasca
operasi.
Periode
Pasca Operasi
·
Pemberian oksigen bila pulse oximetry
menunjukkan < 95%.
·
Bayi prematur atau eksprematur harus
mendapatkan pengawasan dari apneu selama 6-12 jam.
·
Memberi makan dapat dimulai 12-24 jam
pasca operasi.
·
Hati-hati terhadap hipoglikemia pasca
operasi – dimana merupakan komplikasi yang sering.
0 komentar:
Posting Komentar
Budayakan tinggalkan komentar setelah membaca apalagi mencopy abis... Plis Deh...